Pengantar :
"...Tulisan yang dibagi dalam 2 bagian ini. Bagian pertama lebih menyoroti asal usul komplain dan alasan mengapa keluhan pelanggan ini merupakan peluang. Sedangkan bagian kedua adalah beberapa trik atau cara menghadapi komplain dan kemarahan pelanggan dengan baik...."
"...Tulisan yang dibagi dalam 2 bagian ini. Bagian pertama lebih menyoroti asal usul komplain dan alasan mengapa keluhan pelanggan ini merupakan peluang. Sedangkan bagian kedua adalah beberapa trik atau cara menghadapi komplain dan kemarahan pelanggan dengan baik...."
"Just because nobody complains doesnt mean all parachutes are perfect"
(Hill, Benny on complaints and complaining)
I. Asal Usul dan Azas Manfaat
Saat pelanggan, ataupun calon pelanggan mulai tertarik, atau lebih khusus nya sudah melakukan pembelian, biasanya informasi yang masuk ke dalam benaknya ini tercipta menjadi suatu harapan atas benefit yang bisa didapat atas penggunaan produk /jasa perusahaan kita.
Harapan
yang sudah tercipta, celakanya, bisa jadi tidak sesuai dengan kenyataan
yang terjadi. Saat kita berbicara masalah komplain, biasanya harapan
lebih tinggi dari kenyataan benefit yang dihasilkan oleh produk /jasa
yang di konsumsi.
Ketidak sesuaian harapan (yang biasanya terlalu tinggi) ini, bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti :
a. Kelebihan janji (over promise)
Ini
terjadi bisa pada saat penjualan langsung, melalui media iklan, ataupun
berita dari mulut kemulut. Kelebihan janji ini sebenarnya terjadi
karena penjual terlalu menginginkan produknya segera terjual. Sehingga,
sadar atau tidak sadar, disengaja maupun tidak, memberikan informasi
yang terlalu berlebihan atas keunggulan produknya. Yang lebih sulit
terukur dan dikendalikan, adalah justru kelebihan janji yang tercipta
dalam proses informasi dari mulut ke mulut. Karena biasanya, dalam
proses ini, terlalu banyak 'bumbu' dan data-data tanpa fakta yang lebih
bersifat gosip.
b. Persepsi penerimaan
Apa
yang diterima sebagai persepi atau pengertian oleh benak pelanggan,
bisa jadi berbeda dengan apa yang penjual informasikan. Sebagai contoh, jam tangan Water resistant misalnya, bukan dimaksud bisa tahan dipakai
berenang dilaut, tapi lebih ditujukan untuk tahan terhadap hujan ringan
atau percikan air.
c. Masalah teknis
c. Masalah teknis
Masalah
Teknis terjadi saat produk tidak berfungsi dengan semestinya (mal
function), biasanya karena terjadi penyimpangan atau kerusakan. Walaupun
kerusakan ini tidak melulu terjadi karena kesalahan pabrik/perusahaan
penyedia jasa, tetapi bisa pada kelebihan /kesalahan penggunaan saat
pelanggan menggunakan produk. Contoh nyata, pada jam tangan diatas, bisa
saja karena tanpa disadari, pabrik memasang satu komponen yang sudah
bermasalah didalam jam tangan tersebut, sehingga dalam beberapa waktu,
jam tangan tersebut tidak berfungsi normal. Seperti sering terlambat.
Sedangkan kesalahan penggunaan oleh pelanggan terjadi, juga seperti
contoh diatas, dimana jam tangan yang hanya bisa menahan percikan air,
digunakan atau dipakai saat berenang di pantai.
d. Masalah Non Teknis
Masalah
ini lebih disebabkan karena hal-hal diluar kendali perusahaan atau
pelanggan, dari yang disebabkan oleh alam, seperti terjadinya bencana
alam, ataupun kelalaian pihak ketiga, misalnya terjadi keterlambatan
pasokan bahan bakar yang menyebabkan terjadinya penundaan keberangkatan
pesawat terbang, dan memicu kemarahan dari para penumpangnya.
Kelompok kedua dari komplain ini adalah apa yang lazim disebut Commercial Claim/Complaint. Dimana komplain dalam kategori ini umumnya adalah dimana pelanggan dengan sengaja mencari-cari kesalahan dan kelemahan produk dan jasa kita, agar mendapat keuntungan tambahan seperti potongan harga, hadiah dan bahkan lebih ekstrim lagi menjatuhkan usaha kita dipasar. Dalam tulisan ini, kita tidak akan mengulas lebih jauh tentang Commercial Complaint ini, tapi lebih kepada saat dimana dengan tulus pelanggan, mengungkapkan kepada kita masalahnya sebagai suatu keluhan yang ingin kita pecahkan (Genuine Complaint).
Ada beberapa macam cara yang umum dilakukan saat pelanggan mengungkapkan keluhannya, diantaranya adalah melalui surat, telpon atau datang langsung ke kantor kita...... dengan tenang maupun emosi tinggi
Yang
akan kita bahas lebih dalam kali ini adalah jenis Genuine Complaint di
saat si pelanggan datang langsung kepada kita, dan yang kelihatannya
tersulit, yaitu saat si pelanggan sudah jadi tersinggung dan marah.
Dalam hal ini, saat datang sudah marah, ataupun marah karena kecewa pada
proses penanganan komplain yang kita atau staf kita lakukan.
Sebenarnya, berapa banyak dari kita lebih memilih menunda, atau malah bila memungkinkan, menghindari untuk menghadapi kemarahan pelanggan karena masalah pada produk atau service yang diberikan perusahaan kita ? Banyak diantara kita, walaupun berprofesi sebagai frontliner seperti sales, customer service dll, lebih memilih untuk menghindar ataupun menunda dalam menghadapi customer yang sedang marah. Padahal, peluang emas untuk melakukan pendekatan dan bahkan melakukan penjualan yang lebih besar dan mendapatkan kepercayaan serta loyalitas penuh dari si pelanggan, seringnya justru bermula dari sini.
Pertama, saat si pelanggan sedang marah, berarti ada system yang sedang macet, ataupun saluran yang mampet di organisasi kita. Biasanya, keluhan atau komplain yang timbul, tidak didahului dengan marah2... Bila yang bersangkutan sudah sampai taraf marah, jelas bahwa ada masalah yang cukup mengganggu, baik bagi si pelanggan, maupun bagi organisasi untuk segera dipecahkan. Entah menyangkut produk/jasa yang di konsumsi oleh pelanggan, ataupun masalah justru disaat sedang dalam proses penyampain komplain, ataupun malah keduanya. Jadi masalah yang ada, bisa segera terdeteksi, dan bisa segera diselesaikan. Biasanya, dalam kemarahannya, si pelanggan menyampaikan keluhannya dengan lebih detil, sehingga lebih mudah untuk melakukan deteksi masalah. Dalam hal ini, contoh sederhananya adalah dalam bisnis restoran, saat pelanggan menyampaikan keluhan terhadap makanan yang disajikan, karena terasa terlalu asam. Bisa jadi sang pelanggan hanya salah dalam memilih saus dari beberapa macam saus yang tersedia. Pihak restoran, tidak terlalu memperdulikan keluhan ini, karena menganggap bahwa itu hanya masalah kecil, bukan kesalahan restoran dan saat itu banyak tamu-tamu lain yang harus dilayani. Merasa dirinya tidak ditanggapi dengan baik, si pelanggan yang semula hanya sekedar ingin memberi saran, menjadi marah besar. Dalam hal ini, jelas sudah bahwa walau produk tidak bermasalah, sosialisasi atau 'pendidikan' memilih saus yang tepat yang rupanya belum merata di terima oleh konsumen. Juga, cara penanganan keluhan yang harus segera diperbaiki, dengan memberikan arahan dan training yang lebih khusus dan lebih sering kepada staf pramusaji atau manager on duty tentang bagaimana meng handle komplain dari customer dengan baik, dan juga bila perlu, memberi hukuman kepada staf yang melayani keluhan pelanggan tersebut. Hal ini lebih mudah untuk diidentifikasi, karena biasanya, saat sedang dalam kondisi marah, sang pelanggan lebih detil menceritakan kronologi kejadian, misalnya waktu kejadian, makanan yang dipesan, siapa yang melayani dan kepada siapa ia mengajukan keluhan.
Kedua, bila kemarahan sampai terjadi, justru merupakan peluang untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal diluar inti masalah, seperti data-data tentang kompetitor, misal harga beli nya, tempat pembelian, dan hal2 yang bersifat technis atau spesifikasi khususnya. Sebagian customer, pada saat kondisi normal, sering menyembunyikan atau enggan berterus terang tentang berapa harga yang didapat dari pesaing kita, frekwensi pembeliannya, sistem delivery nya dll, sedangkan saat kondisi marah, hal-hal tersebut tanpa disadari justru dibicarakan, untuk membandingkan dan memperkuat komplain mereka kepada kita. Hal-hal tersebut tidak boleh luput dari catatan kita, sehingga dapat menambah informasi pasar pada database kita.
Ketiga, komplain atau kemarahan justru menjadi bukti bahwa pelanggan masih peduli dengan produk ataupun service kita. Banyak kasus justru saat mereka tidak menyampaikan keluhannya, tidak pula kemudian melakukan pembelian ulang, alias putus hubungan. Disini dibutuhkan kepiawaian sang frontliner agar hubungan bisa terus berlanjut, dan justru lebih mesra lagi. Pada kasus restoran tadi, Karena merasa makanannya terlalu asam, bisa jadi customer hanya berdiam diri saja, tetapi dalam hati ,yang bersangkutan sudah berniat untuk tidak kembali lagi membeli di restoran itu. Adapun, bila keluhannya disampaikan kepada para staf yang bertugas, masih ada peluang bagi pihak restoran untuk memberi pengertian, dan memperbaiki pelayanannya sehingga lebih mengesankan bagi pelanggan.
Keempat, kemarahan pelanggan harus dapat dijadikan sebagai ajang melatih kesabaran (bagaimana
kepala tetap dingin, hati tetap tenang mendengar seribu macam binatang
dikebun binatang ragunan disebut satu-satu dengan fasih...dan ajaibnya,
semuanya dikatakan mirip wajah kita...), melatih juga komunikasi kita terhadap orang lain
(bagaimana kita bisa tidak dengan bangganya mengatakan bahwa wajahnya
dia juga mirip dengan hewan yang ada di kebun binatang Gembiraloka di
jogja..., tapi menyampaikan dengan sopan santun bahwa pendapatnya dia
tentang ragunan adalah benar, meskipun demikian ada cara yang kurang
tepat dalam men Charge baterai HP yang dibeli ditempat kita... sehingga
baterainya cepat nge-drop...) . Selain itu, komplain
ini bisa dijadikan sebagai momentum untuk koreksi , evaluasi dan
bercermin diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Bagaimana
trik atau cara agar perusahaan bisa mengambil maksimum benefit dari
komplain atau kemarahan pelanggan itu, bagaimana menjadikan komplain pelanggan suatu peluang emas dalam peningkatan nilai pelanggan dan juga kualitas personal kita ? Bagaimana mencegah 'sudah jatuh, tertimpa tangga pula..?' yang kira-kira artinya, sudah di komplain, kita merasa sakit hati karena
kemarahan pelanggan, harus membayar ganti rugi, tapi ternyata pelanggan juga
tidak pernah membeli lagi alias beralih ke merek lain...!
Penulis adalah :
Praktisi di Industri Tekstil dan Semen
Pernah menjadi GM Marketing
dan Lecturer Marketing Relationship
0 comments:
Post a Comment